Setelah
membaca elegi di atas, ternyata elegi tersebut berhubungan erat dengan kondisi
pendidikan Matematika saat ini. Adanya anggapan bahwa keberhasilan suatu
pembelajaran hanya dipandang dari segi hasil atau nilai saja. Bahkan mengesampingkan
proses atau pemahaman siswa terhadap suatu materi pelajaran.
Dalam
kehidupan sekolah, Ujian Nasional menjadi tolok ukur utama keberhasilan
pembelajaran. Hal ini lah yang menjadi penyebab siswa menjadi tertekan atau
merasa takut akan Ujian Nasional. Bahkan siswa yang pandai sekalipun tak jarang
mengalami kegagalan dalam Ujian Nasional. Selain siswa, guru pun ikut
terpengaruh dengan adanya UN tersebut. Guru cenderung memberikan soal yang
banyak yang mampu dikerjakan siswanya dengan cepat dan benar. Tak heran, guru
sering memberikan rumus praktis yang justru membuat siswa tak tahu atau tidak
paham akan suatu materi tersebut dan hanya bersifat sebagai reseptor atau
penerima saja. Selain itu, Ujian Nasional hanya berorientasi pada aspek
kemampuan pengetahuan (kognitif saja), sedangkan aspek keterampilan
(psikomotorik) dan sikap (afektif) dikesampingkan.
Saya
setuju dengan uraian di atas, bahwa dengan cara pembelajaran yang hanya
mengandalkan output menyebabkan para siswa memiliki intuisi yang rendah yang
berakibat fatal pada perkembangan kreativitas pemikiran siswa. Oleh karena itu,
guru hendaknya tidak hanya berbekal pengetahuan saja namun dalam pengajarannya
harus didukung adanya pengalaman, keterampilan, serta memberi motivasi kepada
siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar