Di dunia ini memiliki beberapa hal yang saling kontradiksi. Elegi di atas
menceritakan tentang perdebatan antara kebaikan dengan keburukan. Keduanya bersikukuh
dengan masing-masing keyakinannya. Sifat-sifat kebaikan:
pertama, sifat malu pada laki-laki itu baik, tetapi sifat malu pada perempuan
itu lebih baik; kedua, sifat adil pada setiap orang itu baik, tetapi sikap adil
dari seorang pemimpin itu lebih baik; ketiga, orang tua bertaubat itu baik,
tetapi orang muda bertaubat itu lebih baik; keempat, sifat pemurah orang kaya
itu baik, tetapi sifat pemurah orang miskin itu lebih baik. Sedangkan
sifat-sifat keburukan: pertama, dosa yang diperbuat oleh orang muda itu buruk,
tetapi dosa yang diperbuat orang tua itu lebih buruk lagi; kedua, sibuk urusan
dunia oleh orang bodoh itu buruk, tetapi lebih buruk lagi sibuk urusan dunia
oleh orang pintar; ketiga, malas beribadah bagi orang bodoh itu buruk, tetapi
lebih buruk lagi malas bagi orang pintar; keempat, sombongnya orang kaya itu
buruk, tetapi lebih buruk lagi sombongnya orang miskin. Kebaikan dan keburukan
berbeda jauh. Kembali lagi kepada pribadi kita untuk memilih diantara keduanya.
Tak hanya memilih namun selalu mengimplementasikan dan membiasakannya.
Di
akhir cerita, akhirnya keburukan mengaku kalah dan bertaubat. Pernyataan yang
paling menarik, yaitu “Membohongi masyarakat itu lebih berat dibanding
langit. Kebenaran itu lebih luas dari langit. Hati seorang munafik itu lebih
keras dibanding batu. Pemimpin yang zhalim itu lebih panas dibanding neraka.
Dan adu domba itu lebih berbisa dibanding racun”(Ali Karramallahu wajhah). Pernyataan tersebut memiliki makna yang
mendalam dan patut kita renungi bersama. Oleh karena itu, tanamkanlah dalam
diri kita dengan bibit kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar