Elegi
tersebut mengingatkan kita akan tanggung jawab dan profesionalisme guru.
Ternyata, guru memiliki tanggung jawab yang cukup besar, tidak hanya sekedar
memberikan ilmu pengetahuan (mengajar), melainkan sebagai pendidik, pelatih,
inovator, fasilitator, mediator, maupun elevator. Sebagai pendidik profesional,
guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Suatu
keberhasilan pendidikan tidak hanya ditinjau dari banyaknya materi yang
diajarkan, kecepatan dalam mengajar, hafal rumus-rumus pelajaran, memberi bekal
soal yang banyak, nilai yang tinggi, melainkan lebih berorientasi pada proses
pendidikan tersebut yang lebih mengutamakan pada keaktifan dan keterampilan
peserta didik.
Guru memiliki peran yang sangat
penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran. Untuk memenuhi hal
tersebut, guru dituntut mampu memberikan rangsangan kepada siswa, sehingga
siswa merupakan subjek utama dalam belajar yang merencanakan, aktif, dan
termotivasi belajar dari dirinya sendiri. Selain itu, guru mampu tanggap
terhadap perubahan-perubahan baik ilmu pengetahuan maupun teknologi yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Akan tetapi, pada umumnya di
sekolah-sekolah seringkali guru yang lebih aktif dan siswa hanya cenderung
menerima serta patuh, sehingga adanya pandangan siswa hanyalah robot
pendidikan. Maksudnya, tingkat ketergantungan siswa kepada guru sangatlah
tinggi. Hal ini sungguh ironis dan menjadi tantangan yang besar bagi kita.
Muncul suatu pertanyaan, siapakah yang salah dalam hal ini? Kita tidak bisa
menyalahkan salah satu faktor saja, misalnya guru, media, metode, kurikulum
atau siswa. Karena pembelajaran merupakan suatu proses hubungan timbal balik
atau interaksi antara guru dan siswa serta kerja sama unsur pendukung lainnya.
Sehingga dalam proses belajar mengajar diibaratkan menjadi satu kesatuan
anggota tubuh yang tak terpisahkan.
Oleh karena itu, kita sebagai calon
guru, hendaknya sebagai penggerak revolusi paradigma pembelajaran menuju
pembelajaran inovatif.
Bagaimana
langkah kita untuk mengikis metode pembelajaran yang tradisional ke arah
pembelajaran yang inovatif?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar