• KoBarKan RumBel (Kolaborasi Tebar Kebermanfaatan Rumah Belajar) #3

    PENGGUNAAN MONAS RUMBEL (MONOPOLI NASIONALISME DAN

    RUMAH BELAJAR) DENGAN MODEL GAME BASED LEARNING

    PENDEKATAN COMPUTATION THINKING UNTUK

    MEWUJUDKAN MERDEKA BELAJAR

    Oleh : Dini Annisa Nurbaety Elsola, S.Pd.

    Guru SD Negeri Selo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

    (Peserta Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan Tahun 2022 dalam Rangka Hari Guru Nasional) 

    Sektor pendidikan menjadi sorotan masalah yang dialami di berbagai negara, khususnya negara berkembang termasuk negara Indonesia. Berdasarkan data Education For All Development Index (EDI) atau Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia oleh UNESCO tahun 2016, Indonesia masih tergolong negara berkembang yang pendidikannya menempati peringkat ke-108 dari 127 negara di dunia (Prita Kusuma, 2020). Salah satu faktor penentu kualitas pendidikan adalah sumber daya manusia. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satunya melalui pendidikan.

    Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik. Tujuan pendidikan nasional yang diharapkan sesuai dengan yang tertuang pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memperhatikan tujuan tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan di semua jenjang perlu mengembangkan pembelajaran melalui pembiasaan dan keteladanan.

    Pendidikan merupakan upaya untuk membangun generasi penerus yang lebih baik. Hasil pendidikan baru dapat diketahui dalam jangka waktu yang panjang, oleh karena itu pendidikan karakter harus dimulai dari sekarang. Pendidikan karakter menumbuhkan peserta didik berakhlak mulia dan berprestasi secara akademis maupun nonakademis. Pendidikan karakter berfungsi membentuk peserta didik yang dapat berperan dalam mewujudkan masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera. 

    Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Usia sekolah dasar merupakan tahap penting dan fondamental bagi penguatan pendidikan karakter peserta didik. Sigit Dwi K. (2007: 121) menyatakan anak sekolah dasar mengalami perkembangan fisik dan motorik tak terkecuali perkembangan kepribadian, watak emosional, intelektual, bahasa, budi pekerti dan moralnya bertumbuh pesat. Oleh karena itu penanaman pendidikan karakter harus dimulai sejak masa kanak-kanak dan usia SD. Setiap SD/MI perlu menciptakan lingkungan yang kondusif dan budaya mutu yang menyenangkan agar peserta didik menjadi cerdas dan berkarakter baik, yaitu melalui pendidikan karakter.

    Pelaksanaan pendidikan karakter masih mengalami berbagai kendala dan permasalahan. Permasalahan budaya dan karakter bangsa menjadi tanggung jawab semua komponen masyarakat. Pendidikan karakter di lingkungan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. SD Negeri Selo merupakan salah satu sekolah negeri di Kulon Progo yang didirikan pada tanggal 1 Januari 1950. SD Negeri Selo terletak di Selo Timur, Hargorejo, Kokap, Kulon Progo. Visi SD Negeri Selo yaitu terwujudnya peserta didik yang MANTUL (Mandiri, Aktif, Nasionalisme, Takwa, Unggul, dan Berbudaya Lingkungan.

    Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan SD Negeri Selo. Salah satu upaya untuk mewujudkan visi ke tiga yaitu nasionalisme, sekolah telah melaksanakan dan mengupayakan penguatan pendidikan karakter melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Akan tetapi, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala SD Negeri Selo, terdapat isu permasalahan sekolah yang penting dan segera ditangani yaitu wawasan nasionalisme peserta didik.

    Nasionalisme bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan kebanggaan peserta didik akan kekayaan bangsa Indonesia. Namun melihat kenyataannya di lapangan, dari hasil observasi dan wawancara kepada pihak sekolah, terlihat peserta didik belum sepenuhnya memahami pentingnya nasionalisme. Tidak jarang peserta didik mengabaikan nilai-nilai nasionalisme. Seringkali peserta didik kurang termotivasi saat melaksanakan kegiatan nasionalisme. Kebiasaan peserta didik di rumah pun mulai meninggalkan budaya Indonesia, permainan tradisional mulai tidak diminati dan beralih pada permainan gadget, makanan dan minuman tradisional mulai beralih pada makanan dan minuman cepat saji, lagu nasional/daerah yang beralih pada lagu pop atau sejenisnya, serta nilai nasionalisme lainnya yang semakin tertinggal karena pengaruh globalisasi. 

    Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya peraturan mengenai implementasi Kurikulum Merdeka melalui Kepmendikbud Nomor 56 Tahun 2022 yang didalamnya memuat profil pelajar Pancasila. Pembelajaran paradigma baru memastikan praktik pembelajaran untuk berpusat pada peserta didik berdasarkan tingkat kemampuan mereka, bukan pada tingkatan kelas. Adapun prinsip pembelajaran Kurikulum Merdeka sebagai berikut: 1) Pembelajaran dirancang sesuai kondisi peserta didik. 2) Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun pembelajar sepanjang hayat. 3) Proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik. 4) Pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai mitra. 5) Pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.

    Permasalahan-permasalahan yang terjadi di atas memerlukan solusi pemecahan masalah agar sekolah dapat berperan maksimal dalam memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan akan pendidikan pada peserta didik maupun masyarakat luas. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis memiliki gagasan yaitu “Penggunaan MoNas RumBel (Monopoli Nasionalisme dan Rumah Belajar) Melalui Model Game Based Learning Pendekatan Computation Thinking Mewujudkan Merdeka Belajar”.

    Setiap peserta didik adalah unik, memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik minat, bakat, tipe belajar, pengetahuan, maupun keterampilan. Saatnya guru memfasilitasi seluruh peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Setelah dilakukan analisis diagnostik, diperoleh data bahwa tipe belajar peserta didik kelas V SD Negeri Selo, Kokap, Kulon Progo antara lain 37,5 % dengan tipe belajar audio visual, 50,5 % dengan tipe belajar kinestetik, dan sisanya dengan tipe belajar visual. Berikut diagram tipe belajar peserta didik kelas V SD Negeri Selo.

     Berdasarkah hasil analisis diagnostik, diketahui bahwa tipe belajar peserta didik beragam. Sebanyak 27% memiliki tipe belajar audio visual, 51% kinestetik, dan 12% visual. Kemudian penulis merencanakan menerapkan pembelajaran berdeferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam pembelajaran ini, saya menerapkan kombinasi diferensiasi konten, proses, dan produk. Diferensiasi konten, maksudnya guru memfasilitasi media pembelajaran yang variatif sesuai dengan tipe belajar dan minat peserta didik. Diferensiasi proses, maksudnya ketika pengerjaan diskusi kelompok atau saat bermain monopoli nasionalisme, setiap peserta didik diberi pertanyaan pemantik sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini, permainan monopoli dapat menggali kreativitas dan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Diferensiasi produk, maksudnya hasil pekerjaan peserta didik tidak sama atau variatif sesuai dengan keampuan dan keterampilannya. Terdapat dua LKPD yang dikerjakan peserta didik. Pertama membuat cerita penerapan sila Pancasila untuk menggali potensi peserta didik dalam menulis (visual dan audio visual) dan melakukan bermain peran untuk menggali kreativitas peserta didik dalam mendemonstrasikan penerapan sila Pancasila (kinestetik). Berikut ini sampel hasil LKPD dalam membuat cerita penerapan nilai-nilai sila Pancasila.



    Pembelajaran berdeferensiasi yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran game based learning sesuai dengan karakteristik peserta didik sekolah dasar. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah computation thinking (CT). Computation thinking merupakan pendekatan pemecahan masalah, merancang sistem, dan memahami perilaku manusia, dengan mengacu pada konsep-konsep fundamental ilmu komputer (Wing, 2006). Dalam hal ini computation thinking dapat menjadikan peserta didik untuk terbiasa memecahkan permasalahan, bernalar, dan berpikir kritis. Terdapat empat elemen dalam computational thinking diantaranya dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan perancangan algoritma.

    Dekomposisi merupakan kemampuan memecah masalah, mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, dan mengidentifikasi sub informasi yang diperlukan. Pada fase dekomposisi, penulis menyajikan beberapa gambar terkait contoh penerapan dan pelanggaran nilai-nilai sila Pancasila. Penulis memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menganalisis permasalahan dari gambar tersebut. Peserta didik kemudian diajak berpikir kritis tentang pentingnya nilai-nilai sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pengenalan pola merupakan kemampuan dalam merumuskan pola terhadap hasil analisis masalah. Dalam hal ini peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi gambar contoh penerapan atau pelanggaran nilai-nilai sila Pancasila. Dari hasil analisis peserta didik dapat menyimpulkan pola nilai-nilai sila Pancasila. Abstraksi merupakan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. Pada fase ini, penulis memfasilitasi diskusi kelompok. Peserta didik akan bermain peran sesuai dengan salah satu penerapan nilai-nilai sila Pancasila. Dari hasil bermain peran, peserta didik mampu menemukan pola terkait penerapan nilai-nilai sila Pancasila.

    Adapun media dan sumber belajar yang digunakan adalah MoNas RumBel (Monopoli Nasionalisme dan Rumah Belajar). Monopoli nasionalisme didesain seperti permainan Monopoli yang dimodifikasi baik secara konten maupun bentuk yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam memahami wawasan nasionalisme. Muatan materi yang disajikan meliputi lambang negara, simbol sila Pancasila, penerapan nilai-nilai sila Pancasila, lagu nasional, rumah adat, tarian adat, bangunan bersejarah, tokoh pahlawan, dan lain sebagainya.

    Tata cara permainan adalah menyiapkan alat permainan MoNas. Alat yang digunakan saat bermain adalah papan monopoli berupa banner berukuran 2 x 2 meter, topi peraga, dadu urutan pemain, dadu langkah, kartu KarakterKu, dan kartu tebak pahlawan. Dalam hal ini, peserta didik berperan sebagai pion yang akan bermain MoNas (Monopoli Nasionalisme). Untuk menentukan urutan pemain, peserta didik harus melempar dadu urutan pemain. Peserta didik menggunakan topi pemain sesuai dengan nomor urutnya. Peserta didik melempar dadu untuk menentukan jumlah langkah pemain. Setiap peserta didik yang berada pada kotak yang berisi gambar, maka peserta didik diberi kebebasan untuk memberi pendapat sesuai dengan kemampuannya. Guru dapat mengembangkan pertanyaan sesuai dengan kemampuan peserta didik.

    Apabila peserta didik berada pada kotak KarakterKu berhak mendapat kartu KarakterKu yang berisi kuis/soal terkait nilai-nilai Pancasila. Apabila peserta didik berada di setiap pojok berisi gambar orang, maka peserta didik mengambil kartu dan berupaya menebak nama tokoh pahlawan. Peserta didik yang juara adalah peserta didik yang pertama kali mencapai garis selesai (finish). Peserta didik yang tidak bermain berperan sebagai pengamat dan menilai temannya. Permainan MoNas sebagai salah satu bentuk upaya guru dalam memfasilitasi peserta didik dengan tipe belajar kinestetik, yaitu tipe belajar dengan cara bergerak, aktivitas fisik, dan keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik peserta didik yang lebih suka atau senang langsung mempraktekkan dibanding hanya mendengarkan atau membaca materi/teori.

    Selain MoNas (Monopoli Nasionalisme), penulis menggunakan sumber belajar dari portal rumah belajar. Portal rumah belajar merupakan portal pembelajaran yang menyediakan bahan belajar serta fasilitas komunikasi yang mendukung interaksi antarkomunitas. Terdapat beberapa fitur yang dapat dimanfaatkan oleh guru maupun siswa. Rumah belajar menjadi dua fitur, yaitu fitur utama dan pendukung. Fitur utama terdiri atas kelas maya, sumber belajar, bank soal, dan laboratorium maya. Sedangkan fitur pendukung diantaranya peta budaya, buku sekolah elektrik, wahana jelajah sekolah, pengembangan keprofesian berkelanjutan, karya Bahasa dan sastra, blog, pena, edugame, dan blog pena. Sumber belajar yang penulis gunakan saat itu adalah sumber belajar yang memuat video-video pembelajaran. Portal rumah belajar penulis gunakan untuk memfasilitasi peserta didik dengan tipe belajar audio visual, yaitu tipe belajar yang memanfaatkan kecanggihan alat-alat elektronik sehingga terciptanya suatu pengombinasian dari aspek audio dan visual untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik lebih suka atau senang mendengar dan melihat langsung materi yang dipelajari.

    Ada beberapa tantangan dalam menerapkan pembelajaran diferensiasi menggunakan MoNas RumBel diantaranya sekolah belum memiliki laboratorium komputer dan kepemilikan HP adalah orang tua (peserta didik belum memiliki HP sendiri), serta membutuhkan waktu yang cukup dalam merancang media dan sumber belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penulis meminjam beberapa laptop dari rekan guru di sekolah, membuat kesepakatan dengan orang tua terkait rencana penggunaan HP untuk sumber belajar, dan merancang perangkat pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik sesuai dengan hasil analisis diagnostik.

    Penggunaan MoNas RumBel (Monopoli Nasionalisme dan Rumah Belajar) dapat meningkatkan minat, motivasi, dan wawasan nasionalisme peserta didik. Selain itu MoNas RumBel menumbuhkan joyfull and meaningfull learning, sehingga proses pembelajaran lebih bermakna karena memberikan pengalaman secara langsung kepada peserta didik.

     




    SUMBER REFERENSI

    Kepmendikbud Nomor 56 Tahun 2022


    Prita Kusuma. (2020). Pendidikan Indonesia Masih Perlu Tingkatkan Kualitas Pendidikan. Artikel. Diakses dari https://www.dw.com/id/hari-pendidikan-internasional-indonesia-masih-perlu-tingkatkan-kualitas-pendidikan/a-52133534

     

    Sigit Dwi K. (2007). Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter di SDN Kedung Mundu Tembalang Semarang. Tesis. Universitas Kristen Setya Wacana.

     

    Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

     


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar