PENGGUNAAN MONAS RUMBEL (MONOPOLI NASIONALISME DAN
RUMAH BELAJAR) DENGAN MODEL GAME BASED LEARNING
PENDEKATAN COMPUTATION THINKING UNTUK
MEWUJUDKAN MERDEKA BELAJAR
Oleh : Dini Annisa Nurbaety Elsola, S.Pd.
Guru SD Negeri Selo, Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta
Sektor
pendidikan menjadi sorotan masalah yang dialami di berbagai negara, khususnya
negara berkembang termasuk negara Indonesia. Berdasarkan data Education For
All Development Index (EDI) atau Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia
oleh UNESCO tahun 2016, Indonesia masih tergolong negara berkembang yang
pendidikannya menempati peringkat ke-108 dari 127 negara di dunia (Prita
Kusuma, 2020). Salah satu faktor penentu kualitas pendidikan adalah sumber daya
manusia. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, salah satunya melalui pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta
didik. Tujuan pendidikan nasional yang diharapkan sesuai dengan yang tertuang
pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Memperhatikan tujuan tersebut, maka penyelenggaraan
pendidikan di semua jenjang perlu mengembangkan pembelajaran melalui pembiasaan
dan keteladanan.
Pendidikan
merupakan upaya untuk membangun generasi penerus yang lebih baik. Hasil
pendidikan baru dapat diketahui dalam jangka waktu yang panjang, oleh karena
itu pendidikan karakter harus dimulai dari sekarang. Pendidikan karakter
menumbuhkan peserta didik berakhlak mulia dan berprestasi secara akademis
maupun nonakademis. Pendidikan karakter berfungsi membentuk peserta didik yang
dapat berperan dalam mewujudkan masyarakat yang tertib, aman dan
sejahtera.
Pemerintah
melalui Kementrian Pendidikan Nasional telah mencanangkan penerapan pendidikan
karakter untuk semua tingkat pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan
tinggi. Usia sekolah dasar merupakan tahap penting dan fondamental bagi
penguatan pendidikan karakter peserta didik. Sigit Dwi K. (2007: 121)
menyatakan anak sekolah dasar mengalami perkembangan fisik dan motorik tak
terkecuali perkembangan kepribadian, watak emosional, intelektual, bahasa, budi
pekerti dan moralnya bertumbuh pesat. Oleh karena itu penanaman pendidikan
karakter harus dimulai sejak masa kanak-kanak dan usia SD. Setiap SD/MI perlu
menciptakan lingkungan yang kondusif dan budaya mutu yang menyenangkan agar peserta
didik menjadi cerdas dan berkarakter baik, yaitu melalui pendidikan karakter.
Pelaksanaan
pendidikan karakter masih mengalami berbagai kendala dan permasalahan.
Permasalahan budaya dan karakter bangsa menjadi tanggung jawab semua komponen
masyarakat. Pendidikan karakter di lingkungan satuan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, orang
tua, dan masyarakat. SD Negeri Selo merupakan salah satu sekolah negeri di
Kulon Progo yang didirikan pada tanggal 1 Januari 1950. SD Negeri Selo terletak
di Selo Timur, Hargorejo, Kokap, Kulon Progo. Visi SD Negeri Selo yaitu
terwujudnya peserta didik yang MANTUL (Mandiri, Aktif, Nasionalisme, Takwa,
Unggul, dan Berbudaya Lingkungan.
Berbagai
upaya telah dilakukan untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan SD Negeri Selo.
Salah satu upaya untuk mewujudkan visi ke tiga yaitu nasionalisme, sekolah
telah melaksanakan dan mengupayakan penguatan pendidikan karakter melalui
kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Akan tetapi,
berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala SD Negeri Selo,
terdapat isu permasalahan sekolah yang penting dan segera ditangani yaitu
wawasan nasionalisme peserta didik.
Nasionalisme
bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan kebanggaan peserta didik akan kekayaan
bangsa Indonesia. Namun melihat kenyataannya di lapangan, dari hasil observasi
dan wawancara kepada pihak sekolah, terlihat peserta didik belum sepenuhnya
memahami pentingnya nasionalisme. Tidak jarang peserta didik mengabaikan
nilai-nilai nasionalisme. Seringkali peserta didik kurang termotivasi saat
melaksanakan kegiatan nasionalisme. Kebiasaan peserta didik di rumah pun mulai
meninggalkan budaya Indonesia, permainan tradisional mulai tidak diminati dan
beralih pada permainan gadget, makanan dan minuman tradisional mulai
beralih pada makanan dan minuman cepat saji, lagu nasional/daerah yang beralih
pada lagu pop atau sejenisnya, serta nilai nasionalisme lainnya yang semakin
tertinggal karena pengaruh globalisasi.
Pemerintah
telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah
satunya peraturan mengenai implementasi Kurikulum
Merdeka melalui Kepmendikbud Nomor 56 Tahun 2022 yang didalamnya memuat profil pelajar Pancasila. Pembelajaran paradigma
baru memastikan praktik pembelajaran untuk berpusat pada peserta didik
berdasarkan tingkat kemampuan mereka, bukan pada tingkatan kelas. Adapun prinsip pembelajaran
Kurikulum Merdeka sebagai berikut: 1) Pembelajaran dirancang sesuai kondisi
peserta didik. 2) Pembelajaran
dirancang dan dilaksanakan untuk membangun pembelajar sepanjang hayat. 3) Proses pembelajaran
mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik. 4) Pembelajaran yang
relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan dan
budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan masyarakat
sebagai mitra. 5) Pembelajaran
berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.
Permasalahan-permasalahan
yang terjadi di atas memerlukan solusi pemecahan masalah agar sekolah dapat
berperan maksimal dalam memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan akan
pendidikan pada peserta didik maupun masyarakat luas. Berdasarkan uraian
tersebut maka penulis memiliki gagasan yaitu “Penggunaan MoNas RumBel (Monopoli
Nasionalisme dan Rumah Belajar) Melalui Model Game Based Learning
Pendekatan Computation Thinking Mewujudkan Merdeka Belajar”.
Setiap peserta didik adalah unik, memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik minat, bakat, tipe belajar, pengetahuan, maupun keterampilan. Saatnya guru memfasilitasi seluruh peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Setelah dilakukan analisis diagnostik, diperoleh data bahwa tipe belajar peserta didik kelas V SD Negeri Selo, Kokap, Kulon Progo antara lain 37,5 % dengan tipe belajar audio visual, 50,5 % dengan tipe belajar kinestetik, dan sisanya dengan tipe belajar visual. Berikut diagram tipe belajar peserta didik kelas V SD Negeri Selo.
Berdasarkah hasil analisis
diagnostik, diketahui bahwa tipe belajar peserta didik beragam. Sebanyak 27% memiliki tipe belajar audio visual, 51% kinestetik, dan 12% visual. Kemudian penulis merencanakan menerapkan pembelajaran
berdeferensiasi.
Pembelajaran berdeferensiasi yang dilakukan dengan
menggunakan model pembelajaran game based learning sesuai dengan
karakteristik peserta didik sekolah dasar. Pendekatan pembelajaran yang
digunakan adalah computation thinking (CT). Computation thinking merupakan
pendekatan pemecahan masalah, merancang sistem, dan memahami perilaku manusia,
dengan mengacu pada konsep-konsep fundamental ilmu komputer (Wing, 2006). Dalam
hal ini computation thinking dapat menjadikan peserta didik untuk
terbiasa memecahkan permasalahan, bernalar, dan berpikir kritis. Terdapat empat
elemen dalam computational thinking diantaranya dekomposisi, pengenalan
pola, abstraksi, dan perancangan algoritma.
Dekomposisi merupakan kemampuan memecah masalah, mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, dan mengidentifikasi sub informasi yang diperlukan. Pada fase dekomposisi, penulis menyajikan beberapa gambar terkait contoh penerapan dan pelanggaran nilai-nilai sila Pancasila. Penulis memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menganalisis permasalahan dari gambar tersebut. Peserta didik kemudian diajak berpikir kritis tentang pentingnya nilai-nilai sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pengenalan pola merupakan kemampuan dalam merumuskan pola terhadap hasil analisis masalah. Dalam hal ini peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi gambar contoh penerapan atau pelanggaran nilai-nilai sila Pancasila. Dari hasil analisis peserta didik dapat menyimpulkan pola nilai-nilai sila Pancasila. Abstraksi merupakan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. Pada fase ini, penulis memfasilitasi diskusi kelompok. Peserta didik akan bermain peran sesuai dengan salah satu penerapan nilai-nilai sila Pancasila. Dari hasil bermain peran, peserta didik mampu menemukan pola terkait penerapan nilai-nilai sila Pancasila.
Adapun media dan sumber belajar yang digunakan adalah
MoNas RumBel (Monopoli Nasionalisme dan Rumah Belajar). Monopoli nasionalisme
didesain seperti permainan Monopoli yang dimodifikasi baik secara konten maupun
bentuk yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam
memahami wawasan nasionalisme. Muatan materi yang disajikan meliputi lambang
negara, simbol sila Pancasila, penerapan nilai-nilai sila Pancasila, lagu
nasional, rumah adat, tarian adat, bangunan bersejarah, tokoh pahlawan, dan
lain sebagainya.
Tata cara permainan adalah menyiapkan alat permainan
MoNas. Alat yang digunakan saat bermain adalah papan monopoli berupa banner
berukuran 2 x 2 meter, topi peraga, dadu urutan pemain, dadu langkah, kartu
KarakterKu, dan kartu tebak pahlawan. Dalam hal ini, peserta didik berperan
sebagai pion yang akan bermain MoNas (Monopoli Nasionalisme). Untuk menentukan
urutan pemain, peserta didik harus melempar dadu urutan pemain. Peserta didik
menggunakan topi pemain sesuai dengan nomor urutnya. Peserta didik melempar
dadu untuk menentukan jumlah langkah pemain. Setiap peserta didik yang berada
pada kotak yang berisi gambar, maka peserta didik diberi kebebasan untuk
memberi pendapat sesuai dengan kemampuannya. Guru dapat mengembangkan
pertanyaan sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Apabila peserta didik berada pada kotak KarakterKu
berhak mendapat kartu KarakterKu yang berisi kuis/soal terkait nilai-nilai
Pancasila. Apabila peserta didik berada di setiap pojok berisi gambar orang,
maka peserta didik mengambil kartu dan berupaya menebak nama tokoh pahlawan.
Peserta didik yang juara adalah peserta didik yang pertama kali mencapai garis
selesai (finish). Peserta didik yang tidak bermain berperan sebagai
pengamat dan menilai temannya. Permainan MoNas sebagai salah satu bentuk upaya
guru dalam memfasilitasi peserta didik dengan tipe belajar kinestetik, yaitu
tipe belajar dengan cara bergerak, aktivitas fisik, dan keterlibatan langsung
peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan
karakteristik peserta didik yang lebih suka atau senang langsung mempraktekkan dibanding
hanya mendengarkan atau membaca materi/teori.
Selain MoNas (Monopoli Nasionalisme), penulis
menggunakan sumber belajar dari portal rumah belajar. Portal rumah belajar merupakan portal pembelajaran yang
menyediakan bahan belajar serta fasilitas komunikasi yang mendukung interaksi
antarkomunitas. Terdapat beberapa fitur yang dapat dimanfaatkan
oleh guru maupun siswa. Rumah belajar menjadi dua fitur, yaitu fitur utama dan pendukung. Fitur
utama terdiri atas kelas maya, sumber belajar, bank soal, dan laboratorium
maya. Sedangkan fitur pendukung diantaranya peta budaya, buku sekolah elektrik,
wahana jelajah sekolah, pengembangan keprofesian berkelanjutan, karya Bahasa
dan sastra, blog, pena, edugame, dan blog pena. Sumber belajar yang penulis
gunakan saat itu adalah sumber belajar yang memuat video-video pembelajaran. Portal
rumah belajar penulis gunakan untuk memfasilitasi peserta didik dengan tipe
belajar audio visual, yaitu tipe belajar yang memanfaatkan kecanggihan
alat-alat elektronik sehingga terciptanya suatu pengombinasian dari aspek audio
dan visual untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik
lebih suka atau senang mendengar dan melihat langsung materi yang dipelajari.
Ada beberapa tantangan dalam menerapkan pembelajaran
diferensiasi menggunakan MoNas RumBel diantaranya sekolah belum memiliki
laboratorium komputer dan kepemilikan HP adalah orang tua (peserta didik belum
memiliki HP sendiri), serta membutuhkan waktu yang cukup dalam merancang media
dan sumber belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, penulis meminjam beberapa laptop dari rekan
guru di sekolah, membuat kesepakatan dengan orang tua terkait rencana
penggunaan HP untuk sumber belajar, dan merancang perangkat pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik sesuai dengan hasil analisis
diagnostik.
Penggunaan MoNas RumBel (Monopoli Nasionalisme dan
Rumah Belajar) dapat meningkatkan minat, motivasi, dan wawasan nasionalisme
peserta didik. Selain itu MoNas RumBel menumbuhkan joyfull and meaningfull learning, sehingga proses pembelajaran lebih bermakna karena memberikan
pengalaman secara langsung kepada peserta didik.
SUMBER REFERENSI
Kepmendikbud Nomor 56 Tahun 2022
Prita Kusuma. (2020). Pendidikan Indonesia
Masih Perlu Tingkatkan Kualitas Pendidikan. Artikel. Diakses dari https://www.dw.com/id/hari-pendidikan-internasional-indonesia-masih-perlu-tingkatkan-kualitas-pendidikan/a-52133534
Sigit
Dwi K.
(2007). Manajemen
Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter di SDN Kedung Mundu Tembalang
Semarang. Tesis. Universitas Kristen Setya
Wacana.
Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar