• Kolaborasi Entitas Sekolah, Wujudkan Budaya Positif di Sekolah

                                                                 

    Kolaborasi Entitas Sekolah 

    Wujudkan Budaya Positif di Sekolah

    Oleh:

    Dini Annisa Nurbaety Elsola, S.Pd., Gr.

    Guru SD Negeri Selo, Kokap

    CGP Angkatan 7 Kabupaten Kulon Progo

     


           Sekolah idelanya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi murid. Hal tersebut sejalan dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu pembelajaran di sekolah harus dapat membawa murid memperoleh kebahagiaan setinggi-tingginya melalui merdeka belajar. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan membangun budaya positif. Budaya positif di sekolah dapat dibangun dengan membentuk keyakinan kelas, menerapkan segitiga restitusi, dan membangun kolaborasi entitas sekolah (kepala skeolah, rekan guru, orang tua, dan murid). Dengan adantya keyakinan kelas yang disusun bersama antara guru dan murid, maka semua akan mengupaykan untuk menjalankannya sebagai langkah awal membangun budaya positif di sekolah. Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik murid yang didalamnya memuat kontrol diri dan motivasi intrinsik, sehingga mereka bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal. Mari refleksi bersama, kita sebagai seorang pendidik selama ini dalam menerapkan budaya positif seperti apa? Pernahkah memberikan pernghargaan atau hukuman kepada murid? Manakah diantara keduanya yang mampu membangun budaya positif?

           Ternyata setelah saya mempelajari modul PGP 1.4 tentang budaya positif, emmbuka mindset saya bahwa penghargaan maupun hukuman sama-sama tidak efektif untuk membangun budaya positif, karena hanya bersifat sementara dan bersumber dari faktor eksternal. Adapun beberapa dampak pemberian penghargaan diantaranya jangka pendek, mematikan kreativitas, dan penghargaan bersifat menghukum. Jangka pendek artinya penghargaan efektif jika kita menginginkan seseornag melakukan sesuatu yang kita inginkan dalam jangka wkatu pendek. Jika kita menggunakan penghargaan lagi dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam (internal). Mematikan kreativitas artinya kreativitas kelompok murid akan menjadi berkurang jika dibandingkan dengan murid yang tidak diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima. Penghargaan juga bersifat menghukum bagi mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ranking, mereka yang tidak mendapatkan ranking satu akan merasa paling dihukum.

           Pada teori kontrol pada dasarnya seorang guru tidak dapat memaksa murid untuk berbuat seusatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Teori kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai. Terdapat lima posisi kontrol menurut Diane Gossen antara lain penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau/monitor, dan manajer. Pada posisi penghukum biasanya menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Dampaknya murid akan menjadi pendendam dan bahkan tidak menyukai guru atau muatan pelajaran yang diampu. Pada posisi pembuat rasa bersalah, biasanya guru akan bersuara lembut, menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, dan rendah diri. Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. Posisi tema membuat guru memposisikan dirinya layaknya teman murid, suara ramah, dan cenderung bersenda gurau. Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Akan tetapi dampaknya murid akan bergantung kepada orang terentu, tidak mandiri, dan kurang mengharagi guru. Pada posisi pemantau/monitor, gruu bersuara datar, tidak emosional, tidak bersenda gurau, eskpresi formal, mengawasi murid, dan murid akan diberi sanksi/konsekuensi terhadap pelanggaran yang dilakukan. Dampaknya murid akan menghitung hadiah dan hukuman atas perbuatannya dan cenderung tidak mandiri. Pada posisi manajer, guru bersikap netral, tidak emosional, dan mengajak murid untuk berpikir mengatasi permasalahan yang dialaminya sendiri secara mandiri. Dari kelima posisi kontrol tersebut, posisi yang paling disarankan dilakuan oleh guru adalah posisi manajer. Guru mesnstimulus muridd dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bermakna agar membuka pikiran murid dalam memecahkan permasalahan. Mari kembali refleksi, di manakah posisi kontrol kita selama ini menjadi seorang guru?

           Dalam membentuk budaya positif tidak perlu ancaman, hukuman, atau hadiah tetentu. Dalam hal ini, guru berperan sebagai manajer yang menguatkan watak/karakter murid. Guru dibiasakan memecahkan permasalahan dengan menerapkan tiga langkah segitiga restitusi antara lain menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Saya telah menerapkan upaya membangun budaya positif di sekolah. Adapun kegiatan yang saya lakukan diantaranya.

    1. Memberikan penjelasan kepada murid tentang pentingnya budaya positif.
    2. Menyusun keyakinan kelas bersama murid.
    3. Guru dan murid menyepakati dan menandatangani keyakinan kelas.
    4. Menempel keyakinan kelas di dinding kelas.
    5. Membiasakan penanaman karakter di sekolah (budaya 5S, nasionalisme, pembiasaan religius, sopan santun, dan lain sebagainya).
    6. Memberi contoh yang baik (keteladanan) kepada murid.
    7. Berkoordinasi dengan kepala sekolah untuk melakukan sosialisasi tentang budaya positif.
    8. Sesi berbagi dengan kepala sekolah, rekan guru, tenaga kependidikan tentang budaya positif.
    9. Sosialisasi kepada orang tua tentang budaya positif
    10. Melakuan evaluasi pelaksanaan budaya positif di sekolah.

           

    Berikut ini dokumentasi kegiatan penerapan budaya positif di sekolah bersama entitas sekolah.

    Gambar 1. Keyakinan Kelas

    Gambar 2. Sosialiasi Budaya Positif Kepada Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan SD Negeri Selo

    Gambar 3. Sosialisasi Budaya Positif Kepada Orang Tua/Wali Murid Kelas V SD Negeri Selo

           Kegiatan tesebut sebagai bentuk adanya kolaborasi entitas sekolah dan upaya keberlanjutan. Adapun kegiatan tersebut memberikan dampak positif terhadap upaya membangun budaya positif di sekolah. Murid mulai terbiasa, terbentuk pribadi yang bertanggung jawab, dan terbangun ekosistem sekolah yang positif. Berikut ini video implementasi budaya positif di sekolah yang telah saya unggah di channel YouTube berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=mcn-f7ZpqTM

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar