• Warta Guru Edisi 1 tahun 2018 Balai Tekkomdik DIY (halaman 48-51)

     Memupuk (Kembali) Regulasi Diri Pada Peserta Didik Melalui Pembiasaan PPK Di Sekolah 

    Oleh: Dini Annisa Nurbaety Elsola 

               Perkembangan zaman yang semakin serba ‘praktis’ dan modern menjadikan munculnya berbagai dinamika dalam dunia pendidikan, sehingga pendidikan menjadi objek sorotan masalah yang dialami di berbagai negara, khususnya negara berkembang termasuk negara Indonesia. Pendidikan menjadi salah satu kunci dalam membangun generasi emas yang cerdas dan berbudi luhur dalam menghadapi perkembangan zaman tersebut. Hal tersebut sejalan dengan fungsi pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” Fungsi pendidikan tersebut dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk proses pembelajaran. Dalam hal ini pendidik bukan hanya semata-mata mengejar kemampuan intelektual (pengetahuan) namun juga soft skill (keterampilan). 

                Peserta didik menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran. Namun dewasa ini, kemampuan regulasi diri kini semakin terkikis pada diri peserta didik seiring berkembangnya teknologi. Dalam proses pembelajaran, tidak jarang peserta didik merasa bosan, kurang aktif, belajar dengan sistem kebut semalam atau sering disebut ‘SKS’, di mana peserta didik belajar hingga larut malam dan akibatnya sering terjadi aktivitas menyontek saat ujian. Selain itu, sering ditemukan pula peserta didikbelajar ketika ada tugas, ulangan, ujian, atau ketika diperintah orang tua saja. Sebagian besar peserta didik juga belum mengetahui makna belajar. Kehadiran peserta didik di sekolah hanya menjadi suatu rutinitas tanpa pemahaman tujuannya. Aturan pada sekolah pun menjadi ‘deretan tulisan’ yang kurang diimbangi dengan implementasinya. Peserta didik semakin ‘berani’ dan urung untuk tertib. Berbagai permasalahan tersebut menjadi tugas atau ‘PR’ tersendiri bagi guru dan orang tua. Kemampuan regulasi diri perlu dipupuk sejak dini. Regulasi diri merupakan kemampuan seorang individu dalam mengatur dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku tertentu. 

                Salah satu cara untuk memupuk regulasi diri yaitu dengan pembiasaan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah. PPK tersebut telah dirancang dan dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo tahun 2017 silam yang tertuang pada Perpres Nomor 87 tahun 2017.Bupati Kulon Progo, dr. H. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) juga telah menetapkan Perda Nomor 56 tahun 2017 yang di dalamnya memuat pedoman pelaksanaan penguatan pendidikan karakter pada satuan pendidikan.Dengan demikian, penulis tertarik untuk meningkatkan kemampuan regulasi diri peserta didik melalui pembiasaan PPK di sekolah. Pembiasaan PPK diharapkan akan menjadi suatu pedoman peserta didik dalam bersikap dan berperilaku, sehingga nantinya akan menjadi suatu karakter yang ‘mendarah daging’ dalam diri peserta didik.

                Implementasi Pembiasaan PPK Pembiasaan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) secara formal di sekolah dapat diwujudkan melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan, intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.Pertama, kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan terus menerus secara reguler di sekolah.Kegiatan rutin terdiri dari pembiasaan di awal dan di akhir pembelajaran. Kegiatan rutin saat awal pembelajaran terdiri dari: (1) Siswa berbaris di depan pintu kelas. (2) Guru memasuki ruang kelas dan berdiri di sisi pintu di dalam kelas. (3) Siswa masuk satu per satu, berjabat tangan dan mencium tangan guru, menuju ketempat duduk masing-masing, dengan posisi tetap berdiri. (4) Guru berdiri di depan kelas. (5) Siswa memimpin hormat kepada bendera Merah Putih. (6) Siswa memimpin menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. (7) Siswa memimpin berdoa. (8) Siswa memimpin hormat kepada guru dengan menundukkan kepala. (9) Siswa member salam. (10) Guru menjawab salam dan memulai pembelajaran. Sedangkan kegiatan rutin saat akhir pembelajaran terdiri dari: (1) Guru berdiri di depan kelas. (2) Siswa memimpin menyanyikan lagu nasional atau lagu daerah. (3) Siswa memimpin hormat kepada bendera Merah Putih. (4) Siswa memimpin berdoa. (5) Siswa memimpin hormat kepada guru dengan menundukkan kepala. (6) Siswa mengucapkan salam. (7) Guru menjawab salam. (7) Siswa bergiliran berjabat tangan dan mencium tangan guru, lalu keluar ruang kelas untuk pulang. 

                Panduan pelaksanaan kegiatan rutin di sekolah tersebut telah tertuang pada Perda Kabupaten Kulon Progo Nomor 65 tahun 2017. Kegiatan tersebut lebih terpusat pada peserta didik yang melakukan (student center). Kedua, kegiatan spontan merupakan kegiatan yang terjadi secara spontan tidak terbatas oleh tempat dan waktu. kegiatan spontan lebih mengarah pada aktivitas yang berasal dari kesadaran diri pribadi peserta didik. Misalnya menjenguk teman yang sakit, memberi sumbangan sosial kepada korban bencana alam, membuang sampah yang berada di sekitar, dan kegiatan lain tanpa perintah dari guru. Kegiatan spontan tersebut apabila dilaksanakan secara intensif akan menumbukan karakter pada diri peserta didik. Ketiga, keteladanan dari seorang guru. Guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter peserta didik, mengingat guru “digugu lan ditiru”. Keteladanan seorang guru dapat menjadi cerminan peserta didik dalam bersikap dan berperilku. Misalnya guru membiasakan 5 S (salam, sapa, senyum, sopan, dan santun), berpakaian rapi, dan selalu datang tepat waktu. Keempat, kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan penguatan nilai-nilai karakter melalui materi pembelajaran yang sesuai dengan muatan kurikulum. Muatan nilai-nilai karakter bisa disampaikan secara teoritis dalam proses pembelajaran, misalnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Agama dan Budi Pekerti.

                Kelima, kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan penguatan nilainilai karakter yang dilaksanakan untuk pendalaman atau pengayaan. Dalam hal ini, guru bisa mengaplikasikan muatan nilai karakter melalui praktik secara langsung, misalnya penguatan nilai demokratis melalui role playing proses pemilihan RT. Sehingga diharapkan kegiatan kokurikuler tersebut dapat memperkuat penguasaan materi pelajaran bagi peserta didik. Keenam, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan di luar pembelajaran yang menjadi wahana jalur pembinaan peserta didik. Empat ekstrakurikuler wajib yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Kulon Progo, yaitu kegiatan religius 2 jam pelajaran setiap minggu, pengamalan Pancasila/nasionalisme 1 jam pelajaran setiap minggu, pengenalan budaya kemataraman 1 jam pelajaran setip minggu, dan kepramukaan 2 jam pelajaran setiap minggu. Berdasarkan Perda Kulon Progo Nomor 56 tahun 2017, religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam menjalankan ajaran agama yang dipeluknya, bersikap toleransi, peduli lingkungan, hormat dan berbakti pada orang tua dan guru. Kegiatan religius tersebut dapat diimplementasikan dalam ekstrakurikuler TBTQ dan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).Kegiatan keagamaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan regulasi diri peserta didik dalam sikap religius. Nasionalis yaitu mengapresiasi, menjaga, mengembangkan kekayaan budaya bangsa sendiri dan mampu mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain untuk memperkuat jati diri bangsa. Semangat kebangsaan ini bisa dikembangkan melalui pemahaman, pengamalan, dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila. Dalam pendidikan formal dapat diaplikasikan dengan pembiasaan menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu nasional, upacara bendera, dan pemutaran video/bercerita tentang perjuangan para pahlawan. Kegiatan pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut bertujuan untuk meningkatkan regulasi diri peserta didik dalam menumbuhkan semangat kebangsaan. Pendidikan karakter berbasis budaya kemataraman dapat diaplikasikan dalam kegiatan: (1) membaca dan menulis aksara Jawa, (2) bahasa dan sastra Jawa yang terdiri dari geguritan, unggah-ungguh basa, sesorah, tembang macapat, dan tembang dolanan, (3) adat istiadat Jawa, seperti dolanan tradisional, busana adat, makanan tradisional, minuman tradisional, jamu tradisional dan masih banyak lagi keanekaragaman adat Jawa lainnya, dan (4) kesenian Jawa, seperti tari klasik, kethoprak, dan wayang. Budaya kemataraman kini sudah semakin diasingkan oleh peserta didik, sehingga hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan regulasi diri peserta didik dalam menumbuhkan sikap dan kebanggaan akan keistimewaan Yogyakarta.

                Ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah.Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat kemandirian.Desain induk pendidikan kepramukaan pada dasarnya berwujud proses aktualisasi dan penguatan capaian pembelajaran kurikulum 2013, ranah sikap dalam bingkai KI-1, KI-2, dan ranah keterampilan dalam KI-4, sepanjang yang bersifat konsisten dan koheren dengan sikap dan kecakapan Kepramukaan. Berikut contoh implementasi kegiatan kepramukaan di sekolah yang di dalamnya memuat nilai nasionalisme. Manfaat Pembiasaan PPK Pembiasaan bukan hanya sekedar mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, namun lebih mengarah pada merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik, serta bersedia mengimplementasikan dalam wujud perilaku (aspek psikomotorik) mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Adapun manfaat pembiasaan penguatan pendidikan karakter sesuai dengan Perda Kabupaten Kulon Progo Nomor 65 tahun 2017adalah membentuk karakter individu, membuat individu menjadi lebih menghargai sesama, menumbuhkan generasi penerus bangsa yang berintegritas, melatih mental dan moral pesertadidik, mengembangkan potensi minat dan bakat peserta didik, dan menumbuhkan semangat kebangsaan. Kesimpulan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah sangat relevan untuk meningkatkan kemampuan regulasi diri pada peserta didik yang kini semakin melemah. Dalam hal ini, nilai-nilai karakter diinternalisasikan dan diintegrasikan secara formal melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan, intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler wajib yang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Kulon progo meliputi kegiatan religius, pengamalan Pancasila/nasionalisme, pengenalan budaya kemataramandan kepramukaan. Berdasarkan paparan di atas, PPK menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan di sekolah untuk membentuk generasi yang unggul baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga pembiasaan-pembiasaan tersebut diharapkan menjadi suatu karakter peserta didik.

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar