• Refleksi Pertemuan Ketiga dengan Bapak Dr. Marsigit, M.A

    Pembelajaran IKAN

    Apa itu??


    Pertemuan ketiga dengan Bapak Dr. Marsigit, M.A pada tanggal 28 Februari 2013, mengingatkan kita sebagai calon guru agar tidak salah melangkah dalam mendidik siswa. Dibutuhkan persiapan dan bekal yang matang untuk melangkah atau melakukan suatu hal. Mengingat kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini, kunci utamanya terdapat pada seorang guru. Guru sangat memiliki andil dalam mencapai suatu keberhasilan pembelajaran. Suatu ketidakberhasilan atau kegagalan dalam pembelajaran jangan semata-mata mutlak kesalahan siswa yang malas, kurang memperhatikan, kurang aktif, dan lain sebagainya. Melainkan seorang guru harus intropeksi mengapa hal semacam ini bisa terjadi. Apakah terdapat kesalahan dalam pembelajaran? Hal inilah yang menjadi tantangan kita sebagai calon guru untuk berkontribusi dalam membangun pendidikan di Indonesia.
    Sebelum kegiatan belajar mengajar dibutuhkan persiapan yang matang. Persiapan pembelajaran ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu persiapan umum dan persiapan khusus. Persiapan khusus ini guru pada akhirnya membentuk RPP (Lesson Plan). Dalam persiapan khusus ini salah satunya yaitu menentukan skema variasi metode. Variasi metode ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode deduksi dan induksi. Metode deduksi ini lebih menekankan pada usaha memahami dari hal yang umum menuju hal yang lebih khusus. Misalnya pada pembelajaran geometri dimensi tiga. Kita memulai mempelajari dari hal yang lebih umum yaitu bangun ruang, kemudian dilanjutkan dengan hal yang lebih khusus yaitu bidang, garis, hingga titik. Metode ini biasanya digunakan dalam hal mengolah rumus matematika diubah menjadi contoh-contoh soal. Sedangkan metode induksi lebih menekankan pada usaha menyimpulkan dari hal yang khusus menuju hal yang lebih umum. Kebalikan dari metode deduksi, metode induksi ini berusaha mencari atau menemukan rumus dari soal-soal yang telah ada. Kedua metode ini hendaknya saling bersinergi, sehingga siswa akan paham dan dapat menyimpulkan materi yang sedang dipelajari.
    Ibarat kita sedang berjalan, antara kaki kanan dan kaki kiri harus bekerja sama. Jika ada salah satu diantara keduanya tidak berfungsi, maka akan mengganggu aktivitas kita. Tidak hanya kaki saja, melainkan seluruh anggota tubuh harus bekerja sama agar kaki dapat melangkah sampai tujuan. Sama halnya dengan proses pembelajaran, dibutuhkan kerja sama semua komponen. Untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran harus sopan santun. Sopan santun disini maksudnya adalah kita harus mengerti hakikat pembelajaran tersebut. Akan tetapi, selama proses pembelajaran tidak dapat dipungkiri guru akan menghadapi berbagai macam kondisi maupun karakteristik siswanya. Begitu juga dalam hal kecerdasan intelektual (IQ) siswa. Kebergaman siswa ini justru menjadi motivasi guru. Guru hendaknya memahami dan mampu membaca karakteristik siswanya. Guru disini berperan aktif juga sebagai fasilitator dan pengembang intuisi siswa. Intuisi ini sangat penting bagi proses pembelajaran. Intuisi ini merupakan pemahaman atau pengetahuan yang tidak bisa dijelaskan atau didefinisikan. Dengan intuisi tersebut, siswa mampu menumbuhkan ide atau gagasan, sehingga cenderung siswa lebih mandiri dan aktif dalam memecahkan suatu masalah pembelajaran. Karena belajar itu pada hakikatnya harus ada pengalaman (sintetik a priori).
    Oleh karena itu, pikiran (logika) dan pengalaman harus sejalan. Kembali lagi kepada pembelajaran inovatif yang berorientasi belajar berpusat pada siswa (student center). Dan pembelajaran itu hendaknya IKAN (Inovatif, Kreatif, Aktif, dan Mandiri).
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar