RAIH
PUNCAK GUNUNG PENDIDIKAN MATEMATIKA
Pada
pertemuan kelima tanggal 14 Maret 2013 Bapak Marsigit memberikan pengetahuan atau
informasi baru kepada kita mengenai pembelajaran di negara Australia dan Korea.
Proses pembelajaran di kedua negara ini banyak memberikan inspirasi mengenai
model pembelajaran inovatif di mana pembelajaran tersebut telah dibudidayakan
di sana. Hal ini memberikan masukan kepada pendidikan di Indonesia guna
mengenal, memahami, menerapkan, serta membudidayakan pembelajaran inovatif
tersebut.
Dalam
melakukan suatu pekerjaan, hendaknya diawali dengan niat. Begitu juga dalam
proses pembelajaran, guru hendaknya berniat dengan memposisikan kegiatan
mengajar, mendidik, membimbing tersebut menjadi suatu nilai ibadah. Sehingga,
jika dilandasi dengan nilai ibadah maka dapat mempermudah proses pembelajaran
dan diharapkan dapat memberikan manfaat, sebab dalam prosesnya tidak ada
sesuatu hal yang mengganjal, dengan kata lain kita harus ikhlas.
Pembelajaran
di kedua negara ini telah mengalami kemajuan dibandingkan dengan pembelajaran
di Indonesia. Mereka telah menerapkan matematika realistik. Matematika
realistik ini dalam pembelajarannya dimulai dari hal-hal yang bersifat lebih
konkret atau dunia nyata menuju ke hal-hal formal yang abstrak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Freudenthal, 1977 yang menyatakan bahwa matematika adalah
kegiatan manusia. Matematika realistik membagi proses pembelajaran menjadi
empat tahap, yaitu matematika konkret, model konkret, model formal, dan
matematika formal.
Dalam
suatu proses pembelajaran diibaratkan bahwa kegiatan belajar mengajar sama
halnya dengan kegiatan mendaki gunung. Apabila ingin mencapai puncak gunung
atau dalam artian kesuksesan, maka harus disertai suatu usaha ekstra. Guru di
sini berfungsi sebagai penunjuk arah dan pembimbing supaya dalam perjalanan
menuju puncak gunung tidak terpeleset. Guru harus berlatih membuat simulasi
yaitu memperkenalkan matematika diawali dengan benda-benda atau hal-hal yang lebih
bersifat konkret atau nyata. Karena sebenarnya pada hakikatnya matematika itu
telah melekat pada diri siswa itu sendiri, semua yang ada di sekeliling siswa
pun dapat menjadi suatu unsur atau objek matematika. Misalnya, ketika bangun
tidur anak pun telah mengenal matematika, yaitu jam. Kemudian, buku tulis yang
siswa gunakan bisa kita gunakan sebagai contoh bangun persegi panjang. Masih
banyak hal lain yang bisa menjadi model konkret matematika. Pada umumnya, anak
cenderung mudah menerima atau memahami hal yang lebih nyata, karena siswa tidak
harus berkhayal atau berimaajinasi yang justru menyulitkan mereka. Dengan cara
seperti ini, siswa dilatih untuk melakukan investigasi dan pelajaran matematika
pun bukan menjadi suatu bahan hafalan.
Fenomena
yang sering terjadi dan menjadi suatu hal yang ironi ialah guru bersifat egois
di mana siswa dikekang untuk menganggap bahwa matematika itu indah. Apabila
tidak terdapat suatu persiapan yang matang, maka matematika akan menjadi suatu
bencana bagi siswa. Sebaliknya, jika dalam suatu pembelajaran terdapat
persiapan, maka matematika akan menjadi suatu hiburan bagi siswa. Dalam hal
ini, otomatis siswa akan merasa senang terhadap pelajaran matematika itu
sendiri tanpa ada paksaan dari pihak lain. Hal ini sejalan dengan teori
Hermenetika bahwa hakikat berpikir dalam pembelajaran hendaknya antara guru
dengan siswa yaitu menerjemahkan dan diterjemahkan. Pembelajaran seperti ini
dimaksudkan agar siswa tersebut memiliki inisiatif, kemandirian, daya, dan
upaya.
Seperti
yang telah sering diulas sebelumnya, masalah pendidikan di Indonesia saat ini
terdapat pada guru yang masih menerapkan pembelajaran tradisional di mana
posisi guru yang diktator dan anak cenderung patuh. Contoh pembelajaran
inovatif di negara Australia dan Korea ini memberikan pemahaman bahwa dalam
proses pembelajaran siswa dilatih untuk berinteraksi, dibimbing untuk menaiki
gunung pendidikan matematika, dan berkembang. Jika diibaratkan, siswa itu
seperti pohon yang terus berkembang dari mulai biji hingga berbuah. Ebutt and
Straker, 1995 juga menegaskan bahwa matematika sekolah itu terdiri dari search for pattern and relationship (mencari
penelusuran pola dan hubungan), problem
solving activity (kegiatan pemecahan masalah), investigation (penemuan), dan
communication (komunikasi).
Pertama,
matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan. Maksudnya, guru
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan
penyelidikan pola-pola, melakukan percobaan dengan berbagai cara, serta
mendorong siswa untuk mampu menarik kesimpulan. Kemudian, matematika sebagai
kegiatan pemecahan masalah (problem
solving). Dengan kegiatan pemecahan masalah ini, guru membantu siswa
memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, mendorong siswa
berfikir logis, serta mengembangkan kompetensi dan keterampilan siswa untuk
memecahkan berbagai persoalan. Selain itu, matematika juga sebagai kreativitas
yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan. Dalam hal ini, guru dapat
mendorong siswa untuk berfikir kritis, aktif, tidak malu bertanya, dan mampu
memunculkan ide-ide atau gagasan dalam pembelajaran. Selanjutnya, matematika
dapat didefinisikan sebagai alat untuk berkomunikasi. Maksudnya, antara guru
dengan siswa hendaknya dibangun komunikasi yang baik, siswa pun tidak malu atau
enggan untuk bertanya.
Teori
berpikir matematika yang lain menurut Kant bahwa matematika sebagai suatu ilmu
memiliki dua komponen, yaitu logika dan matematika. Maksudnya
matematika akan menjadi ilmu apabila merupakan gabungan atau perpaduan antara
pikiran dengan pengalaman. Pikiran tersebut disebut a priori yang bersifat
analitik, sedangkan pengalaman disebut a posteriori yang bersifat sintetik. Sehingga,
gabungan antara pikiran dan pengalaman ini lah yang pada akhirnya disebut
SINTETIK A PRIORI. Oleh karena itu, guru hendaknya memposisikan matematika
sebagai kreativitas siswa yang membutukan intuisi sehingga mereka mampu
membangun konsep dan ide-ide sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran di negara Australia dan Korea telah membudidayakan pembelajaran
inovatif. Hal ini patut kita tiru dan dibudidayakan pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar