Video
yang ditayangkan pada tanggal 7 Maret 2013 memberikan manfaat yang besar bagi
kita. Video tersebut memberikan inovasi-inovasi kepada kita mengenai contoh
pelaksanaan pembelajaran inovatif yang telah diterapkan di Jepang. Tayangan
video ini memperlihatkan kepada kita akan jalannya pembelajaran dari awal
hingga akhir. Video ini merupakan sample proses pembelajaran untuk siswa kelas
dua Sekolah Dasar (SD) pada mata pelajaran matematika dengan materi perkalian.
Saya
menemukan beberapa perbedaan jika dipandang atau dibandingkan dengan proses
pembelajaran di Indonesia yang relatif masih menggunakan pembelajaran
tradisional. Video ini membuka mata hati kita semua untuk merenungi, melangkah,
dan mengubah paradigma pembelajaran yang selama ini digunakan.
Proses
pembelajaran di Jepang menerapkan metode diskusi. Diskusi ini merupakan salah
satu metode pembelajaran inovatif. Di Jepang juga menggunakan dua guru yang
saling bersinergi. Pada awal pembelajaran, guru melakukan apersepsi yakni
membentuk pola pikir siswa. Guru tidak secara langsung menyajikan materi kepada siswa, melainkan hanya memberikan gambaran umum mengenai materi
yang akan dipelajari. Guru pun telah mempersiapkan LKS, lembar portofolio, dan
media pembelajaran. LKS di sini digunakan sebagai sarana latihan siswa. Lembar
portofolio dimanfaatkan guru untuk merefleksi dan membaca pemahaman siswa. Dan
media pembelajaran berfungsi untuk membantu jalannya pembelajaran.
Setelah
melakukan apersepsi, kemudian guru membentuk siswa menjadi kelompok-kelompok
kecil dan masing-masing kelompok tersebut memperoleh Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok tersebut. LKS di sini berisi
materi yang akan dipelajari, namun materi tersebut tidak disajikan secara
langsung. Dalam hal ini, siswa dibimbing untuk melakukan kegiatan investigasi,
bereksplorasi, dan berkomunikasi. Sehingga, siswa mampu menemukan atau
merumuskan sendiri pola-pola atau hubungan. Dengan kata lain, siswa mampu
menganalisis dan mengembangkan intuisi. Mereka tidak hanya sebagai penerima
(reseptor) materi dari guru saja.
Sebagai
contoh, dalam materi pelajaran perkalian tersebut siswa dapat merumuskan
sifat-sifat matematika yaitu 3x5=5x3. Siswa lah yang membangun pemahaman mereka
sendiri. Siswa kelas dua SD di Jepang ini memiliki minat belajar yang tinggi.
Hal ini mendorong proses pembelajaran mengarah pada pembelajaran inovatif.
Guru
pun berperan sebagai peneliti dan pengamat jalannya pembelajaran. Guru
mendekati setiap kelompok untuk berdiskusi bersama. Jika ada persoalan atau
kesulitan, kemudian berusaha dipecahkan bersama. Dengan pembagian siswa ke
dalam kelompok-kelompok ini dimaksudkan agar guru lebih mudah membaca pemahaman
masing-masing individu (siswa) terhadap materi pelajaran.
Setelah
kegiatan diskusi antarsiswa maupun dengan guru, hasil diskusi masing-masing
kelompok dikumpulkan. Kedua guru pun mendiskusikan hasil kerja siswa tersebut.
Di sini, guru menemukan pola-pola pemikiran siswa yang beraneka ragam. Tak
lupa, hasil diskusi tersebut dipresentasikan oleh perwakilan tiap kelompok di
depan kelas. Antusias dan keberanian siswa pun terlihat jelas. Ketika ada siswa
yang menyampaikan hasil diskusi kelompoknya, siswa yang lain merespon dengan
mengajukan pertanyaan atau masukan terhadap materi presentasi. Jika terjadi
kesalahan atau misskonsep, guru
sepatutnya meluruskan. Namun, hal yang penting juga guru hendaknya memberikan
pujian sebagai pembangkit motivasi siswa.
Jadi,
saya dapat mengambil keputusan bahwa siswa lah yang menjadi titik pusat
pembelajaran dan guru berfungsi sebagai fasilitator, pemonitor, dan penyedia
sumber ajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Ebbut S dan Straker A, yaitu
matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan, matematika sebagai
kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, matematika
sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem
solving), serta matematika sebagai alat berkomunikasi. Semoga, dengan
tayangan video tersebut dapat memberikan aspirasi kepada kita untuk mengadopsi
sistem pembelajaran inovatif tersebut, agar pendidikan di Indonesia lebih
berkembang dan mampu menunjukkan kualitas siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar