• (Refleksi) Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 10: Architectonic Mathematics (2)

    http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_8043.html


    Dari elegi di atas, Architectonic Mathematics itu menjelaskan bahwa siswa merupakan arsitek di mana mereka membangun bangunan matematika. Dalam membangun suatu bangunan diperlukan rancangan atau gambaran bangunan yang akan dibentuk atau dibangun. Rancangan tersebut otomatis dibuat oleh arsitek tersebut. Arsitek inilah yang menentukan bagaimana bentuk, ukuran, warna, dan lain sebagainya.
    Dalam proses pembelajaran, hal ini dimaksudkan siswa berpikir atau membangun konsep materi yang sedang dipelajari. Konsep inilah yang menjadi pondasi bangunan tersebut. Setelah merencanakan, tentunya juga dibutuhkan alat dan bahan material lain, seperti pasir, semen, kayu, gergaji, paku, palu, dan lain-lain. Alat yang dimaksud dalam proses pembelajaran adalah media pembelajaran yang digunakan. Sedangkan bahan material merupakan sumber belajar dan kurikulum. Selain alat dan bahan, tentunya tak lupa membutuhkan peran tukang. Tukang di sini dipegang peranannya oleh guru sebagai fasilitator dan pembangun, namun yang lebih dominan peranannya tetap terdapat pada seorang arsitek itu sendiri (siswa). Dalam membangun bangunan, tukang juga harus mempunyai teknik-teknik tertentu agar tercapai kemudahan dalam membangun bangunan dan hasilnya memuaskan. Teknik ini merupakan metode pembelajaran yang digunakan guru. Jadi, saya setuju dengan artikel di atas bahwa sebenarnya siswa lah arsitek bagi dirinya sendiri dalam membangun bangunan matematika dalam pikirannya.
    Seperti yang telah diungkapkan oleh Immanuel Kant bahwa agar matematika bisa menjadi ilmu maka dia haruslah bersifat “sinteti a priori”. Maksudnya yaitu matematika sebagai ilmu tersebut merupakan gabungan antara pikiran (logika) yang disebut a priori dan pengalaman yang disebut a posteriori. Pikiran di sini bersifat analitik, sedangkan pengalaman bersifat sintetik. Jadi, gabungan antara keduanya itulah yang kemudian dinamakan sintetik a priori.
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar